Manipulasi Data Bansos, Ini Sanksi Pidananya

Sabtu, 14 Desember 2024 | 05:59 WIB Last Updated 2024-12-14T00:30:06Z


MEDIA SELAYAR.
Perbuatan manipulasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai penggelapan; penyelewengan. Sehingga memanipulasi data dapat dimaksudkan sebagai perbuatan menyelewengkan data yang sesungguhnya.

Berkaitan dengan data fakir miskin telah diatur dalam dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. 

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2011 Pasal 11 ayat (1) berbunyi, "Data fakir miskin yang telah diverifikasi dan divalidasi yang disampaikan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (9) dan Pasal 9 ayat (4) ditetapkan oleh Menteri. 

Dilanjutkan pada Pasal 11 ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2011 bahwa penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dan/atau pemberdayaan

Sementara, berkaitan dengan manipulasi data demi mendapatkan bantuan sosial telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, pada Pasal 11 ayat (3) telah menegaskan bahwa setiap orang dilarang memalsukan data fakir miskin baik yang sudah diverifikasi dan divalidasi maupun yang telah ditetapkan oleh Menteri.

Dikutip dari Hukum Online, pelaku yang memalsukan data verifikasi dan validasi tersebut dipidana penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp.50 juta. 

Selain itu, terhadap segala bentuk penyelewengan dana bantuan sosial dijatuhi hukuman berdasarkan Pasal 43 ayat (1) UU 13/2011.

"Setiap orang yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp.500 juta," bunyi Pasal 43 ayat (1) UU 13/2011.

Sementara itu, apabila yang menyalahgunakan dana tersebut dilakukan oleh korporasi, dijatuhi pidana denda maksimal Rp.750 juta.

Tentang adanya penimbunan bantuan sosial dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dihukum menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016:

"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50 juta dan paling banyak Rp1 Miliar".

Aturan ini diperuntukkan bagi oknum pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya untuk memberikan atau menyalurkan bantuan sosial. 

Patut diperhatikan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana, melainkan hanya menjadi salah satu faktor yang meringankan.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar Apreza Darul Putra, S.H.,M.H., pada Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia atau Hari Anti Korupsi Internasional, pada Senin (9/12/2024) menjelaskan tindak pidana korupsi merupakan suatu kegiatan yang melanggar hukum dan merugikan negara serta dilakukan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok. 

Dikatakan Apreza bahwa unsur tindak pidana korupsi dapat berupa penyalahgunaan kewenangan, kesempatan dan sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau korporasi serta merugikan keuangan negara. 

Selain itu, Kajari Selayar Apreza juga mengungkapkan beberapa jenis tipikor, antara lain terjadi kerugian keuangan negara, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, pemerasan, gratifikasi, suap menyuap, dan benturan kepentingan dalam pengadaan. 

Merujuk kepada unsur dan jenis tindak pidana korupsi, ditemukan beberapa modus korupsi dibeberapa daerah, diantaranya seperti ; 

Pertama, Korupsi Pengadaan barang, dengan modus penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar, kolusi dengan kontraktor (penyedia barang dan jasa) dalam proses tender. 

Kedua, Penyelewengan dana proyek, dengan modus mengambil dana proyek pemerintah diluar ketentuan resmi; memotong dana proyek. 

Ketiga, Proyek fiktif, dengan modus dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi proyek fisik itu nihil. 

Lanjut dikatakan Kajari Selayar Apreza bahwa para pelaku tindak pidana korupsi ini dapat disanksi pidana mati, penjara (maksimal seumur hidup), denda, uang pengganti (sampai pada ahli warisnya) dan perampasan barang terhadap hasil korupsi. 

Untuk itu, Apreza mengatakan dalam rangka mencegah perilaku korupsi dapat ditempuh dengan cara, salah satunya dengan membentuk setiap orang supaya memiliki Integritas Moral dan Kejujuran. (R). 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Manipulasi Data Bansos, Ini Sanksi Pidananya

Trending Now

Iklan