MEDIA SELAYAR. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Hugua mengusulkan agar praktik money politics atau politik uang dalam pemilihan umum dilegalkan dengan batasan tertentu di Peraturan KPU (PKPU).
Hal itu disampaikan Hugua dalam rapat kerja antara Komisi II DPR dengan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kompleks Parlemen, Rabu (15/5/2024).
"Bahasa kualitas pemilu ini kan pertama begini, tidak kah kita pikir money politics dilegalkan saja di PKPU dengan batasan tertentu? Karena money politics ini keniscayaan," kata Hugua.
Dengan kondisi politik saat ini, kata dia, tidak akan ada masyarakat yang memilih calon apabila tidak memberikan uang ketika kampanye pemilu.
"Kita juga tidak money politik, tidak ada yang pilih. Tidak ada yang pilih dimasyarakat," ucap Hugua.
Praktik politik seperti itu sudah menjadi ekosistem di Indonesia. Kendati demikian, Hugua menjelaskan harus ada batasan politik uang yang boleh digunakan oleh peserta pemilu.
"Jadi kalau PKPU ini, istilah money politik dengan cost politik coba dipertegas dan bahasanya dilegalkan saja, batas berapa. Sehingga Bawaslu juga tahu bahwa kalau money politik batas ini, ya, harus disemprit," kata Mantan Bupati Wakatobi dua periode ini, tahun 2006-2016.
Sehingga, menurut Hugua, pemilu tidak hanya dimenangkan oleh orang yang memiliki banyak uang saja.
"Sebab kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus, yang akan pemenang ke depan adalah para saudagar. Jadi pertarungan para saudagar, bukan lagi pertarungan para politisi dan negarawan," jelas Hugua.
Hugua menjelaskan, jika politik uang dilegalkan dengan batasan tertentu maka Bawaslu akan tahu kapan bergerak dan menindak peserta pemilu yang gunakan politik uang dengan nilai tak wajar.
"Jadi sebaiknya kita legalkan saja dengan batasan tertentu. kita legalkan misalkan maksimal Rp20 ribu atau Rp50 ribu atau Rp1 juta atau Rp5 juta," imbuhnya.
Dia pun turut melempar usul untuk mengganti istilah money politik itu dengan sebutan lain seperti cost politics di dalam peraturan.
Dia juga meminta pihak yang berkepentingan seperti penyelenggaraan pemilu dan parlemen segera memberikan pembelajaran politik ke masyarakat terkait politik uang. Jika tidak maka dikhawatirkan penyelenggaraan Pilkada 2024 akan penuh dengan politik uang yang tidak wajar.
Merespons pernyataan itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyatakan pihaknya tidak melegalkan politik uang dalam pemilu.
“Kita nggak melegalkan, kita anti-moral hazard pemilu anti money politic. Makanya tadi saya katakan itu nanti akan masuk dalam rapat evaluasi yang sekarang siang nanti. Kita akan evaluasi secara menyeluruh tentang masalah kepemiluan kita semua,” ujarnya. (*).