MEDIA SELAYAR - Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) dikembalikan ke mekanisme DPRD kembali memanas. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut pilkada tak harus dilakukan secara langsung, asalkan tetap mengandung prinsip "demokratis" sesuai amanat konstitusi.
Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bahwa undang-undang secara eksplisit memerintahkan pelaksanaan pilkada secara langsung oleh rakyat. Hal ini disampaikan Komisioner KPU, Idham Holik, dalam pernyataan resminya, Jumat (1/8/2025).
"Implementasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pilkada secara langsung merupakan bagian penting dalam konsolidasi demokrasi di Indonesia. Sudah dua dasawarsa kita melaksanakan pilkada langsung," tegas Idham.
Ia menekankan, pilkada langsung bukan hanya soal prosedur pemilu, tapi merupakan bentuk aktualisasi kedaulatan rakyat dan bagian dari proses edukasi politik.
Pernyataan Tito yang mengutip Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyebut kepala daerah cukup dipilih secara demokratis, memunculkan tafsir baru. Menurut Tito, demokratis tak harus berarti langsung.
"Demokratis itu bisa langsung oleh rakyat, bisa juga oleh perwakilan rakyat seperti DPRD. Itu dibolehkan secara konstitusional," ujar Tito di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (29/7).
Ia menyebut aturan tersebut membuka ruang untuk meninjau ulang sistem pemilihan yang selama ini dijalankan.
KPU, di sisi lain, menegaskan bahwa pihaknya menjalankan amanat UU yang berlaku saat ini, yaitu UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pilkada beserta perubahannya.
"Tafsir atas frasa 'dipilih secara demokratis' dalam UUD adalah domain pembentuk UU dan Mahkamah Konstitusi. KPU tunduk pada UU yang berlaku," ucap Idham.
Ia juga menyebut Pilkada Serentak 2024 lalu sebagai bukti keberhasilan demokrasi lokal Indonesia yang mendapat apresiasi dari dunia internasional.
Partai Golkar menjadi salah satu yang menyambut wacana pilkada via DPRD. Mereka menilai perlu ada evaluasi menyeluruh atas sistem demokrasi langsung, terutama dari aspek biaya politik dan efektivitas pemerintahan daerah.
Namun, Golkar juga menekankan keterlibatan rakyat tetap menjadi poin penting.
Pilkada langsung sudah menjadi wajah demokrasi Indonesia selama 20 tahun terakhir. Namun, wacana perubahan sistem ini menyentuh ranah sensitif: antara efisiensi politik dan kemurnian kedaulatan rakyat.
Apakah suara rakyat akan tetap menjadi panglima, atau kembali dikelola lewat ruang-ruang wakilnya di DPRD? (*).