Iklan

Kopi, Gejolak Politik dan Uang

Media Selayar
Kamis, 03 Juni 2010 | 18:33 WIB Last Updated 2020-05-06T09:10:05Z
MEDIA SELAYAR. Kopi, Gejolak Politik dan Uang Perpolitikan Makassar mulai diperhitungkan sejak dahulu, sejak tokoh kontroversial yang dijuluki Ayam Jantang Dari Timur, Sultan Hasanuddin muncul menjadi sejarah. Sejak saat itu hingga sekarang banyak kepentingan yang bergejolak di Makassar yang dalam arti sesungguhnya, Makassar berarti Mereka yang Bersifat Terbuka.

Sepanjang sejarah, warung kopi memang menjadi tempat yang nikmat membicarakan banyak kepentingan. Karena hal ini pun, warung kopi atau warkop yang saat ini telah berevolusi menjadi lebih modern makin dinikmati.

Muncul istilah belangan, yang menyebutkan jika warung kopi dengan kopinya menjadi maskot politik. Semua gejolak politik yang terjadi di Makassar hampir semua berawal di warung kopi sambil menyedu secangkir kopi khas tiap-tiap warung kopi.

Kepopuleran warkop semakin menjadi-jadi ketika Walikota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin mampu memenangkan pemilukada yang awalnya dari warung kopi. Karena sering nongkrong di warung kopi, banyak relasi dan banyak kepentingan yang terjadi.

Kopi juga memiliki filosofi tersendiri, selain identik dengan kehidupan keseharian, kopi juga memiliki makna yang berbeda dalam setiap racikannya.

Bahkan saking menariknya membahas kopi, penulis buku, Dewi Lestari menyempatkan diri membuat sebuah buku kumpulan cerpen dengan judul Filosofi Kopi. Sebenarnya apa yang ada dalam kopi sehingga menjadi begitu populer?.

Kata sebagian orang kopi memiliki khasiat penguat, apalagi jika racikan kopi tertentu semisal kopi Toraja yang sabang sore sudah terkenal kebelahan dunia lain.

Namun menurut Dewi Lestari, Setiap kopi memiliki filosofinya masing-masing, seperti capuccino yang katanya adalah kopi bercita rasa paling tinggi yang penuh keindahan, dan berbagai jenis kopi lain dengan filosofinya yang menarik.

Pesan yang ingin disampaikan dengan meminum kopi sebenarnya lebih ke tentang kehidupan. Bagaimana kehidupan yang kita inginkan, sesuai dengan kopi favorit kita. Mungkin dari pesan inilah kopi dan politik saling berkaitan hingga uang pun beredar di warung kopi. Sekilas tentang politik.

Politik adalah kepentingan dimana lawan dan kawan pun tak mampu dibedakan. Tertarik dengan salah seorang legislator Aceh yang belum lama ini datang ke Makassar. Mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka itu pun sesumbar berucap, "dimedan perang lawan dan kawan mampu dibedakan, namun di politik, lawan dan kawan tak ada bedanya." Kebanyakan orang sependapat dengan pernyataan tersebut, bahkan kalau bisa dikatakan, politik ada dari kawan menjadi lawan hingga tinggal kepentingan. "Hanya kepentingan yang abadi di politik," ucap kebayakan politisi ulung. Kopi, politik dan uang, tiga kata yang berbeda namun memiliki keterkaitan yang kuat.

Entah sudah berapa banyak kepentingan yang diselesaikan di warung kopi dengan uang yang mengalir dibawah meja ataupun yang secara terang-terangan bertebaran di atas meja. Pada saat pemilihan umum legislatif 2009 silam, banyak caleg yang hampir setiap hari muncul di warung kopi dengan janji-janji takkan pernah berubah jika terpilih nantinya.

Nyatanya, setelah terpilih, warkop yang dulunya selalu ditempati, hampir tidak pernah lagi disinggahi, walau saat ini tetap ke warung kopi namun yang sedikit lebih berkelas. Fenomena ini juga menjadi sesuatu yang mengartikan jika kopi hanya sebatas perjanjian semu. Selain kopi memberi kepercayaan dan keterbukaan, kopi juga memberi janji semu.

Sifat kopi memang seperti itu, kadang menjanjikan kebugaran hingga menghilangkan rasa ngantuk tapi disisi lain terkadang juga malah sebaliknya. Inilah yang sebenarnya membuat kopi akrab dengan politisi. Sementara uang, adalah hal yang menjadikan hampir semua orang buta, hingga cara apapun akan ditempuh hanya untuk meraih uang.

Bukan hal yang baru lagi jika politik identik dengan uang. Ada apa dengan pengusaha yang notabene mampu menghasilkan uang lebih, malah memilih terjung kedunia politi? jika memang hal itu tidak ada kaitannya dengan uang.

Entah sudah berapa ratus orang yang terjung kedunia politik yang awalnya dari pengusaha kondang, dan entah sudah berapa pula orang politik yang masuk terjung kedunia usaha. Jadi Tak salah jika dikatakan, politik ibarat bisnis judi yang kadang untung kadang buntung. Gejolak perpolitikan di Makassar saat ini, juga ditentukan di warung kopi.

Bahkan ada banyak politisi Makassar yang membuka usaha warung kopi untuk memudahkan percaturan politik. Kebijakan kerjasama bahkan awal permusuhan hampir pasti lebih banyak terjadi di warung kopi. Karena hal ini, erat kaitannya dengan politik praktis ala racikan kopi.

Saking mudahnya meracik kopi, sampai-sampai suasana politik eks warung kopipun sangat praktis. Sangat mudah mengumpulkan orang diwarung kopi dengan iming-iming minum kopi, namun sangat mudah juga memutuskan hubungan relasi dengan mengacu pada filosofi kopi yang lain, hanya segelas yang setengah jam pun sudah habis.

Politik ala warung kopi, tempat beredarnya uang yang saat ini terjadi di Makassar. Karena politik, warung kopi dengan suguhan kopinya bisa laku, dengan makin lakunya kopi uang pun beradu, dengan beradunya uang pengunjungpun kebagian untung.

Kata-kata politisi ulung "diwarung kopi mana bisa ketemu," kata-kata penjual kopi "racikan kopi mana yang bikin lama," jika uang pun mampu bicara pasti akan berkata, "ditangan mana saya berlabuh."

BACA SELANJUTNYA : Bupati Selayar Hadiri RUPS BPD Sulselbar Di Makassar 
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kopi, Gejolak Politik dan Uang

Trending Now

Iklan